Beranda | Artikel
Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-Asqalani (Bag. 2)
1 hari lalu

Akidah Ibnu Hajar

Ibnu Hajar Al-Asqalani merupakan salah satu imam yang terpengaruh dengan akidah Asy’ariyah. Banyak pendapat beliau yang sesuai dengan akidah Asy’ariyah, sebagaimana yang terdapat di salah satu karyanya, yaitu Fathul Bari. Beberapa masalah akidah yang dijelaskan oleh Al-Hafizh dalam kitabnya yang paling menonjol adalah:

  1. Menyucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk.
  2. Menafsirkan lafal-lafal sifat Allah yang berpotensi menimbulkan kesan tasybih dan menakwilkannya, baik secara global maupun terperinci.
  3. Berpendapat sebagaimana pendapat Asy’ariyah dalam masalah kalam Allah.
  4. Mengikuti pandangan Asy’ariyah dalam masalah qadha’ dan qadar.
  5. Menguatkan pendapat ulama besar Asy’ariyah.

Sikap para ulama terhadap kesalahan akidah Ibnu Hajar

Lajnah Ad-Da’imah mengeluarkan fatwa terkait hal ini:

“Sikap kami terhadap Abu Bakar Al-Baqillani, Al-Baihaqi, Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi, Abu Zakariya An-Nawawi, Ibnu Hajar, dan ulama lainnya yang telah menakwil sebagian sifat Allah Ta’ala atau menyerahkan maknanya secara keseluruhan adalah:

Mereka adalah para ulama besar umat Islam yang ilmunya telah memberi manfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah merahmati mereka dengan rahmat yang luas dan membalas mereka dengan sebaik-baik balasan atas jasa mereka kepada kita.

Mereka termasuk Ahlus Sunnah dalam hal-hal yang sesuai dengan ajaran para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan para imam salaf dalam tiga generasi pertama yang dipersaksikan oleh Nabi ﷺ sebagai generasi terbaik.

Namun, mereka telah melakukan kesalahan dalam takwil terhadap teks-teks sifat Allah dan dalam hal-hal yang menyelisihi pemahaman salaf umat ini serta para imam Ahlus Sunnah. Baik itu dalam menakwil sifat dzatiyah (sifat yang melekat pada Dzat Allah), sifat fi’liyah (sifat yang terkait dengan perbuatan Allah), ataupun sebagian dari keduanya.

Hanya kepada Allah kami memohon taufik. Semoga selawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.” [1]

Syekh Albani menyampaikan pendapat beliau mengenai sikapnya terhadap para ulama yang terjatuh ke dalam kesalahan akidah. Beliau rahimahullah berkata,

“Imam seperti An-Nawawi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, serta ulama lain yang serupa, adalah tidak adil jika dikatakan sebagai ahlul bid’ah. Saya tahu bahwa keduanya termasuk dalam mazhab Asy’ariyah, tetapi mereka tidak bermaksud menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebaliknya, mereka keliru dalam memahami kebenaran. Mereka mengira bahwa akidah Asy’ariyah yang mereka warisi itu benar, karena dua alasan:

1) Mereka mengira bahwa Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari tetap berada dalam keyakinan tersebut, padahal beliau telah meninggalkannya di akhir hayatnya.

2) Mereka menyangka bahwa keyakinan tersebut benar, padahal sebenarnya tidak demikian.

Semoga Allah merahmati kedua imam, An-Nawawi dan Ibnu Hajar, serta mengampuni kesalahan mereka.”

Syekh Shalih bin Fauzan ketika ditanya mengenai sikap kita terhadap para ulama yang terjatuh ke dalam kesalahan akidah, beliau memberikan nasihat yang begitu mendalam. Beliau berkata,

“Pertama: Tidak sepantasnya bagi para penuntut ilmu pemula dan juga kalangan awam untuk sibuk dalam menjatuhkan vonis bid’ah atau fasik terhadap orang lain. Hal ini merupakan perkara yang berbahaya, sementara mereka tidak memiliki ilmu dan pemahaman yang cukup dalam masalah ini. Selain itu, hal ini juga dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Oleh karena itu, kewajiban mereka adalah fokus dalam menuntut ilmu, serta menjaga lisan mereka dari hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi yang justru membawa mudarat bagi diri mereka sendiri maupun orang lain.

Kedua: Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang bukan bagian darinya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ,

“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak.” [2]

Jika seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama karena ketidaktahuannya, maka ia dimaafkan karena kebodohannya dan tidak langsung divonis sebagai pelaku bid’ah. Namun, perbuatannya tetap dianggap sebagai bid’ah.

Ketiga: Ulama yang memiliki kesalahan dalam ijtihad akibat menakwil sebagian sifat Allah, seperti Ibnu Hajar dan An-Nawawi, tidak boleh dihukumi sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah). Yang dikatakan adalah bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu kesalahan, tetapi mereka tetap diharapkan mendapatkan ampunan atas kekeliruan tersebut, karena mereka telah memberikan jasa besar dalam melayani Sunnah Rasulullah ﷺ.

Mereka berdua adalah imam yang agung dan terpercaya di kalangan para ulama.” [3]

Kedudukan dan pujian ulama

Ibnu Hajar sangat tertarik pada sastra dan puisi hingga mencapai puncak keahlian di bidang ini. Beliau memiliki banyak karya puisi dengan ukuran sedang yang telah dicetak. Kemudian beliau beralih ke bidang hadis dan banyak mendengar hadis dari para guru. Beliau juga melakukan perjalanan ke Yaman, Hijaz, dan daerah lainnya untuk berguru kepada para ulama.

Ibnu Hajar dikenal di antara ulama pada masanya dalam hal ilmu hadis, baik dalam penulisan maupun fatwa. Semua orang, baik yang dekat maupun yang jauh, bahkan musuh dan kawan, mengakui hafalan dan ketekunannya. Hingga akhirnya, gelar “Al-Hafiz” melekat pada namanya sebagai sebuah konsensus di antara para ulama.

Al-Hafiz As-Sakhawi berkata, “Gurunya, Al-Iraqi, bersaksi bahwa ia adalah muridnya yang paling berpengetahuan tentang hadis.”

Al-Hafiz As-Suyuthi berkata, “Beliau adalah imam dalam bidang ini bagi orang-orang yang mengikutinya, pemimpin pasukan ahli hadis, sandaran keberadaan dalam hal tauhiyah dan tashih (melemahkan dan mensahihkan hadis), dan hakim serta saksi paling agung dalam bab ta’dil dan tajrih (menilai perawi hadis).”

Ketika Al-Iraqi akan wafat, ada yang bertanya kepadanya, “Siapa yang akan menggantikanmu?” Beliau menjawab, “Ibnu Hajar, kemudian putraku Abu Zur’ah, kemudian Al-Haitsami.”

Wafat

Imam Ibnu Hajar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Qadhi al-Qudhat pada tahun 852 H dan menghabiskan waktunya untuk menulis, mengajar, dan menghadiri majelis ilmu. Pada 11 Zulkaidah tahun itu, beliau jatuh sakit, namun tetap berusaha keluar untuk mengajar, mengimami salat, dan beribadah hingga kesehatannya semakin memburuk dan tidak mampu menghadiri salat Iduladha, padahal beliau jarang meninggalkan salat Jumat atau jemaah. Ketika merasa ajalnya dekat, beliau mengunjungi salah satu istrinya dan meminta maaf dengannya. Penyakitnya semakin parah hingga beliau tidak mampu berwudu, lalu salat sambil duduk, dan berhenti melakukan qiyamul lail. Beberapa ulama datang menjenguknya, seperti Ibnu ad-Dairi, al-‘Aini, Ibnu at-Tanisi, dan as-Safti.

Ibnu Hajar wafat pada 28 Zulhijah. Kepergiannya membawa duka yang mendalam; toko-toko ditutup, dan jenazahnya diiringi dengan prosesi besar yang hanya bisa disamakan dengan pemakaman Ibnu Taimiyah. Muridnya, As-Sakhawi, menceritakan bahwa jumlah orang yang hadir dalam pemakamannya hanya diketahui oleh Allah. Penguasa, ulama, pejabat, bangsawan, dan orang-orang penting membawa jenazahnya.

As-Suyuthi mengutip dari al-Mansuri bahwa hujan turun saat jenazah tiba di tempat salat meskipun bukan musim hujan. Salat jenazah dipimpin oleh Al-Balqini atas izin khalifah di Masjid al-Mu’minin di kawasan Ramliyyah, dan beliau dimakamkan di pemakaman Bani Khurubi, di antara makam Imam Syafi’i dan Muslim as-Sulami. Para qari’ dan hafizh Al-Qur’an terus berkumpul di makamnya selama sepekan untuk melantunkan Al-Qur’an dan meratapi kepergiannya. Berita kematiannya tersebar di berbagai wilayah Islam, dan salat ghaib dilakukan di Mekah, Baitul Maqdis, Al-Khalil, Damaskus, Aleppo, dan tempat-tempat lainnya.

[Selesai]

Kembali ke bagian 1

***

Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan

Artikel Muslim.or.id

 

Sumber: Diterjemahkan dan disunting ulang oleh penulis dari web: https://mawdoo3.com/ابن_حجر_العسقلاني

Catatan kaki:

[1] Fataawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 3: 241.

[2] HR. Bukhari.

[3] Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fawzan, 2: 211-212.


Artikel asli: https://muslim.or.id/107174-biografi-ringkas-ibnu-hajar-al-asqalani-bag-2.html